lembaga kajian resolusi konflik
kajian resolusi konflik keagamaan
17 March 2015
perlunya hukuman mati untuk gembong narkoba
Perlunya Hukuman Mati Untuk Gembong Narkoba? Posted by: redaksi waktoe in HUKUM KRIMINAL, INSPIRASI, NEWS, YOGYAKARTA 14 March 2015 0 70 Views Waktoe.com-YOGYAKARTA, Hukuman mati terhadap pengedar ataupun gembong narkoba, Penyuluhsedang menjadi perbincangan publik belakangan ini. Tidak hanya itu, bahkan eksekusi hukuman mati tersebut berimplikasi secara negatif terhadap hubungan Indonesia dengan sejumlah negara, dimana ada warga negaranya menjadi terpidana mati seperti Australia, Brazil, dan Belanda. Seperti Belanda yang sempat menarik Duta Besarnya dari Indonesia, dan Brazil yang menolak keberadaan Duta Besar Indonesia, serta Australia yang tidak kalah dengan melakukan lobi politik dan diplomasi kepada Pemerintahan Jokowi, hingga barter tahanan. Sangat ‘edan’ kalau dilihat dari perkaranya, terlebih saat ini Indonesia dalam kondisi darurat narkoba, karena menurut data Badan Narkotika Nasional, jumlah orang yang meninggal dunia akibat penyalahgunaan narkoba mencapai 200 juta jiwa per tahun. Untuk itu Lembaga Kajian Resolusi Konflik mengadakan Kajian Hukuman Mati bagi Pengedar Narkoba Wujud Konsistensi Dalam Pemberantasan Narkoba, Sabtu (14/03) di Gedung Perwakilan Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) DIY. “Kajian ilmiyah ini kami mengundang para ahli agama dan orang yang berkompeten. Harapannya acara ini dapat menggalang pemikiran bersama tentang resolusi konflik, dan kita mendukung atas hukuman mati terhadap pengedar narkoba,” ujar Ketua Lembaga Kajian Resolusi Konflik Muqoffa Mahyuddin, disela-sela acara. Muqoffa juga menambahkan, umat Islam pasti memaafkan atas kesalahan pengedar narkoba, namun hukum harus tetap berjalan. Dia juga menyatakan bahwa Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) sangat mendukung terhadap hukuman mati terhadap pengedar narkoba. Sementara Dosen Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Ahmad Radhi, yang menjadi pembicara dalam acara tersebut mengatakan bahwa sudah dijelaskan di dalam Al Quran boleh membunuh dengan alasan yang jelas, terlebih kepada pengedar narkoba yang dapat merusak Bangsa. “Hukuman mati bisa ditiadakan kalau bersifat pribadi, tidak melibatkan orang banyak. Tapi kalau narkoba bisa membuat dampak yang negatif untuk orang banyak,” jelasnya. Dia juga menegaskan bahwa narkoba telah merugikan negara, maka wajib hukuman matu kepada pengedar narkoba. “Menghabiskan biaya negara terbesar, untuk rehabilitasi narkoba menghabiskan Rp.6 Truliyun,” tandasnya. Sedangkan Dosen Luar Biasa Mata Kuliah Pancasila dan Kewarganegaraan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Ahmad Asroni yang memandang hukuman mati tersebut sebagai sekelumit telaah filosofis etis mengatakan, praktik hukuman mati banyak menuai pro dan kontra. “Sebelum mendiskusikan hukuman matu bagi gembong narkoba, alangkah baiknya kita mengulas persoalan narkoba di Indonesia untuk mengetahui secara komprehensif peredaran dan bahaya laten narkoba di Indonesia,” katanya. Dia juga menambahkan, bahwa bisnis narkoba saat ini merupakan salah satu bisnis yang ‘menjanjikan’. “Mereka yang kontra akan mengatakan hukuman mati melanggar HAM, sedangkan yang pro menilai hukuman mati wajib dilakukan karena pengaruh narkoba sungguh berbahaya. Belum lagi peredaran narkoba di dalam LP, itu karena ada permainan didalam dengan bayaran yang sangat besar, hingga dia mau mempertaruhkan jabatannya,” tambahnya. Asroni menjelaskan BNN menyebutkan bahwa dari 100 persen transaksi narkoba di wilayah ASEAN, 40 persen berada di Indonesia, dari total transaksi sebesar Rp 110 Triliyun, Indonesia meraup Rp.48 Triliyun, serta Indonesia menjadi urutan teratas dalam peredaran narkoba. CH DEWI RATIH KPS | waktoe ch.dewiratih@gmail.com
13 February 2015
Bakso Celeng beredar lagi , haram dan kriminal
Banyak orang suka makan bakso. Suka karena enak, yaitu gurih, kenyal/empuk, dan tentu mengenyangkan serta menyehatkan. Namun penyuka bakso harus selalu ekstra hati-hati untuk tidak makan makanan haram.
Makanan bernama bakso itu selalu menggoda produsen/pedagang/penjualnya untuk melakukan kecurangan. Hal itu dilakukan agar bakso tahan lama (menggunakan pengawet/boraks), agar bakso enak namun halal (daging sapi dicampur daging ayam), dan agar modal yang dikeluarkan lebih murah (mengoplos daging sapi dengan daging tikus ataupun babi/celeng).
Selain keuntungan yang didapat lebih besar, penjual bakso yang berlaku curang tentu menyadari betul resiko yang harus ditanggung. Untuk bakso dengan campuran daging tikus maupun daging babi/celeng pedagang melakukan dua kesalahan, yaitu melakukan tindak kriminal, dan sekaligus melakukan tindakan haram
Kasus baru yang terungkap dan diberitakan media secara luas : Polisi Gerebek Produsen Bakso Celeng Di Bandung. 1) Diberitakan produsen bakso daging oplosan itu telah beroperasi selama enam bulan.
Polisi menyita barang bukti berupa daging celeng seberat 140 kilogram, bakso daging oplosan 40 kilogram, dan alat pendingin untuk penyimpan daging. Dengan jumlah produksi yang besar itu dapat dibayangkan berapa banyak bakso oplosan yang diedarkan dan dikonsumsi terutama oleh muslim/muslimah yang mengharamkan daging babi/celeng.
Kecurangan ataupun penipuan yang dilakukan produsen bakso oplosan mungkin saja dimulai dari penjual baksa keliling hingga pembelinya. Sebab jika pembeli tahu ada campuran daging haram dipastikan akan mengurungkan niatnya seberapapun enak dan murahnya.
Dampak dari pemberitaan ini selalu dirasakan pedagang bakso, yaitu menurunnya peminat bakso. Akibatnya jumlah penjualan pun menurun drastis. Namun hal itu tidak akan lama. Beberapa tahun lalu setelah heboh bakso oplosan untuk mengembalikan minat pembeli pada bakso dengan diprakarsai pemerintah dilakukan kampanye makan bakso.
Haram
Daging babi/celeng (termasuk minyak dari bahan daging itu) adalah bahan makanan haram, dan karena itu jual-belinya pun haram hukumnya. Ketika Allah mengharamkan sesuatu maka haram pula hasil penjualannya. Rasulullah telah melarang menjual bangkai, khamr, babi, patung dan barang lain yang bertentangan dengan syariah Islam.2)
Entah sudah berapa lama produser bakso dengan oplosan daging sapi dan babi/celeng itu terjadi dan selama itu pula para pembeli, pelanggan dan siapapun yang memakannya telah mengkonsumsi barang haram.
Akibat memakan bakso yang mengandung daging babi/celeng itu membawa dampak buruk. Pertama: makanan haram akan merusak hati. Kedua: doa tidak dikabulkan. Ketiga: merusak amal-amal shalih. Keempat: merasa hina dan rendah. Kelima: menyebabkan keturunannya rusak.3)
Rugi tentu saja bagi siapa saja muslim-muslimah yang memaskan bakso haram itu. Oleh karena itu kehati-hatian harus terus dilakukan siapapaun penyuka kuliner bakso. Kehati-hatian dan kewaspadaan dapat dilakukan antara lain dengan cara; menanyakan langsung kepada penjualnya kehalalan bakso yang akan dibeli, tidak spontan memutuskan makanan sebuah warung/rumah makan pasti halal karena ada muslim/muslimah (dengan tanda fisik berhijab/berpeci atau atribut lain) makan di dalamnya, waspadai rumah makan.restoran milik nonmuslim yang kemungkinan mereka memang hanya menyediakan jenis makanan untuk nonmuslim pula.
Catatan ini perlu terus-menerus ditekankan sebab ada restoran terkenal yang ada di banyak mall/supermarket di berbagai kota besar yang tidak menyediakan makanan untuk muslim/muslimah.
Penutup
Tiap agama punya aturan dan ketentuan tersendiri terkait dengan hidup keberagamaan maupun bermasyarakat, termasuk dalam hal makanan apa yang boleh dan tidak boleh. Islam demikian juga, dan bagi menganut yang taat akan senantiasa mengedepankan kewaspadaan. Akibat buruk bahkan sangat fatal yang bakal kita sandang jika teledor.
Bagi pedagang yang curang, termasuk produsen maupun pedagang bakso yang menggunakan oplosan daging sapi dan babi/celeng mestilah dihukum berat agar ke depan tidak terjadi lagi tindakan yang sama. Bukan hanya penjara bakal segera dihuni para kriminal itu, jika tidak bertobat kelak neraka jahanam pun bakal sudah menunggu.
Khusus untuk penyuka bakso kiranya perlu berpikir mendalam untuk mengalihkan hobi kulinernya pada jenis makanan tradisional lain yang sangat banyak yang tingkat kehalalannya lebih terjamin; karedok/lotek, soto ayam/sapi, pempek, mie ayam, baso-tahu, batagor, bubur ayam, bubur manado, dan banyak lagi. Lupakan bakso karena entah kapan lagi nanti bakal terkuak lagi ulah curang produsen/pedagang bakso langanan kita.
Mudah-mudahan tulisan ini sampai pada mereka para penyuka bakso. Waspadalah, waspadalah. Itu saja yang dapat saya tuliskan, mohon maaf bila ada yang kurang atau salah. Terimakasih telah sudi menyimak. Wassalam.
Sumber berita:
1.http://news.detik.com/read/2015/02/12/190324/2831650/10/polisi-gerebek-produsen-bakso-celeng-di-bandung
2.http://www.solusiislam.com/2013/02/jual-beli-yang-dilarang-dalam-islam.html
3.http://www.voa-islam.com/read/tsaqofah/2013/09/03/26633/5-dampak-buruk-makanan-haram/#sthash.H7upL4R0.dpbs
Assalamualaikum tweeps... Baiklah, mari kita mulai serial #NgajiHikam ini ya... Semoga manfaat n berkah. Bismillahirrahmanirrahim... 2) #NgajiHikam BAB-1: “Di antara tanda kebergantungan pada amal, adalah menyusutnya harapan ketika terjadi kesalahluputan” 3) Syekh al-Buthi mengawali bab ini dgn pertanyaan: Adakah bergantung pada amal dianggap terpuji atau tercela? #NgajiHikam 4) Jawabannya: tercela. Itulah sebabnya kita dilarang bergantung pada amal baik apapun yg telah kita lakukan. #NgajiHikam 5) Jadi dlm upaya meraih ridha Allah n balasan yg dijanjikan-Nya, jgn sampai Anda bergantung pd amal yg Anda lakukan. #NgajiHikam 6) Sebaik n sebanyak apapun amal Anda, salat, puasa, haji, sedekah, dll, jgn sampai Anda bergantung pd semua itu. #NgajiHikam 7) Tapi bergantunglah pada lembutnya pengaturan Allah, anugerah dan kemurahan-Nya. #NgajiHikam 8) Adakah dalil landasan bagi pernyataan ini? Ya, ada. Yaitu hadis riwayat Imam al-Bukhari, sbb: #NgajiHikam 9) >> “Tak seorangpun yg amalnya memasukkan ia ke dlm surga.” Sahabat bertanya: “Tdk juga Anda, ya Rasul?” #NgajiHikam 10) >> Nabi menjawab: “Tidak juga aku. Namun Allah melimpahkan rahmat-Nya kepadaku”. (HR. Al-Bukhari) #NgajiHikam 11) So, amal bkn nilai yg hrs dibayar utk bisa masuk surga. Krn kita beramal, maka otomatis kita berhak msk surga. Tidak. #NgajiHikam 12) Jika amal Nabi tak jamin beliau msk surga, apalagi amal kita? (Nabi pasti msk surga krn rahmat Allah, bkn krn amal beliau) #NgajiHikam 13) Lalu apa n bgmn sikap kita dlm kaitannya dgn amal2 yg kita lakukan? Apa diam saja atau bagaimana? #NgajiHikam 14) Sikap kita adalah melakukan amal2 itu dgn ikhlas karena Allah, sekaligus berharap balasan tersebab kemurahan n anugerah-Nya. #NgajiHikam 15) Kita mesti yakin jika balasan itu bukan sbg upah atas amal yg tlh kita tunaikan, tapi semata kemurahan n anugerah-Nya #NgajiHikam 16) Lalu, akibat buruk apa yg akan terjadi jika kita menaruh harapan akan dpt balasan dari amal yg kita lakukan? #NgajiHikam 17) Ibnu Atha’illah mengatakan: akibatnya adalah, Anda akan kehilangan harapan ketika tergelincir pd kesalah-luputan. #NgajiHikam 18) Artinya jika Anda beramal dan menaruh harapan besar jika amal Anda bisa masukkan Anda ke surga, #NgajiHikam 19) >> Maka harapan itu akan sirna jika suatu ketika Anda tegelincir pd salah dan dosa. #NgajiHikam 20) Beda halnya jika Anda beramal krn Allah, sekaligus berharap pada Allah. Tdk berharap pada amal. #NgajiHikam 21) >> Anda akan terus beramal dan berharap pd Allah, sekalipun suatu waktu Anda tergelincir pd salah dosa. #NgajiHikam 22) Itu bedanya antara org yg beramal & bergantung pada amalnya, dgn ong yg beramal & bergantung pd Allah. #NgajiHikam 23) Demikianlah. Hikmah pertama ini telah mengajari kita akan syariat dan hakikat sekaligus. #NgajiHikam
12 February 2015
Assalamualaikum tweeps... Baiklah, mari kita mulai serial #NgajiHikam ini ya... Semoga manfaat n berkah. Bismillahirrahmanirrahim...
2) #NgajiHikam BAB-1: “Di antara tanda kebergantungan pada amal, adalah menyusutnya harapan ketika terjadi kesalahluputan”
3) Syekh al-Buthi mengawali bab ini dgn pertanyaan: Adakah bergantung pada amal dianggap terpuji atau tercela? #NgajiHikam
4) Jawabannya: tercela. Itulah sebabnya kita dilarang bergantung pada amal baik apapun yg telah kita lakukan. #NgajiHikam
5) Jadi dlm upaya meraih ridha Allah n balasan yg dijanjikan-Nya, jgn sampai Anda bergantung pd amal yg Anda lakukan. #NgajiHikam
6) Sebaik n sebanyak apapun amal Anda, salat, puasa, haji, sedekah, dll, jgn sampai Anda bergantung pd semua itu. #NgajiHikam
7) Tapi bergantunglah pada lembutnya pengaturan Allah, anugerah dan kemurahan-Nya. #NgajiHikam
8) Adakah dalil landasan bagi pernyataan ini? Ya, ada. Yaitu hadis riwayat Imam al-Bukhari, sbb: #NgajiHikam
9) >> “Tak seorangpun yg amalnya memasukkan ia ke dlm surga.” Sahabat bertanya: “Tdk juga Anda, ya Rasul?” #NgajiHikam
10) >> Nabi menjawab: “Tidak juga aku. Namun Allah melimpahkan rahmat-Nya kepadaku”. (HR. Al-Bukhari) #NgajiHikam
11) So, amal bkn nilai yg hrs dibayar utk bisa masuk surga. Krn kita beramal, maka otomatis kita berhak msk surga. Tidak. #NgajiHikam
12) Jika amal Nabi tak jamin beliau msk surga, apalagi amal kita? (Nabi pasti msk surga krn rahmat Allah, bkn krn amal beliau) #NgajiHikam
13) Lalu apa n bgmn sikap kita dlm kaitannya dgn amal2 yg kita lakukan? Apa diam saja atau bagaimana? #NgajiHikam
14) Sikap kita adalah melakukan amal2 itu dgn ikhlas karena Allah, sekaligus berharap balasan tersebab kemurahan n anugerah-Nya. #NgajiHikam
15) Kita mesti yakin jika balasan itu bukan sbg upah atas amal yg tlh kita tunaikan, tapi semata kemurahan n anugerah-Nya #NgajiHikam
16) Lalu, akibat buruk apa yg akan terjadi jika kita menaruh harapan akan dpt balasan dari amal yg kita lakukan? #NgajiHikam
17) Ibnu Atha’illah mengatakan: akibatnya adalah, Anda akan kehilangan harapan ketika tergelincir pd kesalah-luputan. #NgajiHikam
18) Artinya jika Anda beramal dan menaruh harapan besar jika amal Anda bisa masukkan Anda ke surga, #NgajiHikam
19) >> Maka harapan itu akan sirna jika suatu ketika Anda tegelincir pd salah dan dosa. #NgajiHikam
20) Beda halnya jika Anda beramal krn Allah, sekaligus berharap pada Allah. Tdk berharap pada amal. #NgajiHikam
21) >> Anda akan terus beramal dan berharap pd Allah, sekalipun suatu waktu Anda tergelincir pd salah dosa. #NgajiHikam
22) Itu bedanya antara org yg beramal & bergantung pada amalnya, dgn ong yg beramal & bergantung pd Allah. #NgajiHikam
23) Demikianlah. Hikmah pertama ini telah mengajari kita akan syariat dan hakikat sekaligus. #NgajiHikam
11 February 2015
NGAJI HIKAM BAB 2
1) Assalamualaikum tweeps... inilah #NgajiHikam BAB-2. Selamat mengikuti tweeps.
2) Ibnu Athaillah brkata: “Kehendakmu utk tajrid tatkala Allah tempatkanmu pd status asbab, adalah syahwat yg tersembunyi.” #NgajiHikam >>
3) >> “Sedangkan kehendakmu pd asbab tatkala Allah menempatkanmu pd status tajrid, adalah kemerosotan dr cita2 yg tinggi” #NgajiHikam
4) Hikmah ini berkisar pd 2 poros; yg 1 disebut “tajrid”, yang 1 lagi disebut “asbab”. Apakah arti dari dua kalimat itu? #NgajiHikam
5) Kita selalu dihadapkan pada 2 keadaan ini, tajrid dan asbab. Maka penting bagi kita tuk mengilmui keduanya. #NgajiHikam
6) [1] seseorang mendapati dirinya tersandera oleh alam asbab (sebab-sebab dan perantara). #NgajiHikam
7) Kemana dia bergerak, dia tidak bisa menghindar dari sebab2 dan perantara. Inilah yg disebut keadaan “asbab”. #NgajiHikam
8) [2] Seseorang mendapati dirinya terjauhkan dari pengaruh asbab; ia tidak memiliki jalan menuju asbab, #NgajiHikam
9) Keadaan ini disebut keadaan “tajarrud” atau “tajrid” (terlepas dari sebab-sebab dan perantara). #NgajiHikam
10) Nah, tiap mukmin harus melihat status yg telah ditentukan Allah untuk dirinya, lalu dia beramal sesuai dengan status itu. #NgajiHikam
11) Ia tidak boleh terburu mengikuti kemauannya sendiri tatkala menerapkan tatanan asbab atau tajrid #NgajiHikam >>
12) >> dengan tanpa terlebih dahulu memperjelas keadaan & posisi yg telah ditentukan Allah utknya. #NgajiHikam
13) Jika yang terjadi sedemikian halnya, maka sesungguhnya ia sedang menuruti kemauannya sendiri #NgajiHikam >>
14) >> meskipun di permukaan tampaknya ia sedang menjalankan perintah Allah & melaksanakan hukum2-Nya.
15) Demikian arti hikmah BAB-2 ini. Namun mari kita uraikan hikmah ini melalui gambaran2 dari peristiwa2 yang kita alami. #NgajiHikam
16) Seseorang yg diberi wewenang oleh Allah menjadi kepala rumah tangga, dengan seorang istri & beberapa anak. #NgajiHikam
17) Dg demikian, dia telah diliputi sebab2 yg menariknya untuk mencari rezeki dan bekerja keras untuk memperoleh rezeki. #NgajiHikam
18) Bayangkan kalau org ini berusaha naik pada tingkatan kesalehan & ketakwaan, menuju tangga tauhid & tawakal #NgajiHikam >>
19) >> seraya berkata dalam hatinya: aku tidak perlu lagi ke pasar, tak perlu lagi bekerja keras untuk mendapatkan rezeki, #NgajiHikam >>
20) >> Karena aku yakin dg firman Allah: Maka mintalah rezki itu di sisi Allah. (QS al-‘Ankabut [29]: 17) #NgajiHikam
21) Aku akan melepaskan diri dari kesibukan duniawi, dari kesibukan di pasar, menuju ibadah kepada Allah. #NgajiHikam
22) Lalu org ini pun berhenti ke pasar, tak lagi bekerja dg dalih bahwa ia akan menenggelamkan diri dalam lautan tauhid. #NgajiHikam
23) Dia tak lagi berhubungan dg sebab2, krn ia telah memandang pada Dzat yg menciptakan sebab2 itu (Allah SWT)! #NgajiHikam
24) Maka org ini adalah contoh yg pas utk hikmah ke-2 Ibnu ‘Aṭa’illāh ini, dan ia harus diperingatkan dg hikmah itu. #NgajiHikam
25) Kita katakan kpdnya: “Kehendakmu utk tajrid tatkala Allah menempatkanmu pd status asbab, merupakan syahwat tersembunyi.” #NgajiHikam
15 October 2012
bagaimana cara pemasaran hasil ternak kalkun
Masih melanjut seri ayam kalkun nih, kali ini akan saya share mengenai pemasaran ayam kalkun. Cara pemasaran ayam kalkun pertama kali bisa dengan terlebih dahulu menawarkan ke lingkungan terdekat, seperti kawan-kawan dekat. Biasanya dari sana akan banyak yang memesan anakan kalkun. Hal ini akan sangat lebih mudah jika sang kawan tersebut memang suka memelihara unggas. Kemudian bisa dilanjutkan dengan memasarkannya secara online untuk menawarkan secara langsung ke peternak pemula maupun ke sesama peternak senior.
Agar lebih mudah dalam memasarkan ayam kalkun, ada baiknya membentuk kelompok ternak, dari kelompok ternak bisa memasarkan hasilnya ke supplier atau restoran dengan permintaan secara kontinu. Sehingga masalah yang sering dihadapi peternak kecil berupa rutinitas pengiriman bisa teratasi. Hal ini juga bisa menghindarkan para peternak kecil dari himpitan harga para tengkulak.
Bagi anda yang belum terlalu paham cara ternak kalkun, tetap bisa mengawali usaha ini namun dengan modal kecil hanya sekitar Rp.500rb yang digunakan untuk membeli sepasang indukan. Sedangkan jika ingin langsung berbisnis skala sedang, bisa memelihara 10-50 ekor indukan di lahan sekitar 50-200m². Lahan tersebut biasanya digunakan untuk area pemeliharaan berupa ruang terbuka (umbaran), penemparan mesin tetas, kandang kawin, kandang indukan dan kandang anakan.
Kendala dan Resiko
Kendala yang paling dirasakan pelaku terutama untuk penjualan ke luar pulau jawa yaitu pada bagian pengurusan surat jalan. Resiko yang dihadapi jika ada wabah penyakit terutama virus flu burung yang akan sulit penanganannya. Hal ini tentu harus dicegah dengan menjaga kebersihan kandang dan memberi pakan yang cukup serta vitamin. Untuk anakan bisa diberi suplemen seperti vitachik atau suplemen alami, misalnya air gula merah. Kunjungi juga dinas peternakan setempat yang menyediakan vaksin untuk unggas secara gratis. Dan jangan lupa berkonsultasi pada peternak-peternak senior yang lebih berpengalaman.
potensi besar budidaya kalkun sebagai ternak alternatif
Kalkun merupakan salah satu jenis aneka ternak unggas dari ordo Galliformes, genus Meleagris yang banyak diminati kaum expatriat. Budidaya kalkun di Indonesia masih belum popular dikarenakan belum disosialisasikan dan masyarakat umumnya masih banyak mengkonsumsi daging ayam dibandingkan daging kalkun. Daging kalkun mempunyai keunggulan disamping dagingnya yang sangat lezat juga berprotein tinggi, kandungan lemak dan kolesterolnya sangat rendah. Kandungan asam oleat (minyak zaitun) dan omega 6 yang cukup tinggi akan bermanfaat bagi kesehatan jantung. Minyak zaitun, selain menambah cita rasa juga memiliki sifat anti inflamasi yang kuat, membantu mengurangi rasa sakit dan pembengkakan. Daging Kalkun juga memiliki kadar tinggi Zinc (meningkatkan vitalitas), selenium (anti kanker) dan vitamin B serta proses pembentukan/perkembangan otot dan otak (kecerdasan) akan menjadi lebih sempurna. Harga jualnya juga cukup menggiurkan, karkas dengan berat 5 – 6 kg berkisar Rp 250.000-Rp 300.000 sedangkan karkas dengan berat 8 kg harga jual Rp 600.000
Di desa Sukoharjo-Kabupaten Pringsewu- Lampung kini telah dibudidayakan kalkun dengan konsep Animal Welfare (Kesrawan) dan tanpa antibiotik serta menggunakan pakan/obat-obatan alami lebih dari 90%, peternak tersebut bernama Bambang Cahyo Murad. Beliau merupakan salah satu peternak yang berhasil membudidayakan kalkun di Provinsi Lampung. Budidaya kalkun dapat terlaksana dengan baik jika memperhatikan mengenai manajemen pemeliharaan meliputi: pembibitan; pakan dan pemberian pakan ; perkandangan dan ranch (penggembalaan) ; penyakit dan penanganan penyakit. Pembibitan dilakukan mulai dari pemilihan induk kalkun dan penetasan. Pakan dan pemberian pakan yang perlu diperhatikan mengenai kebutuhan protein dan kalori ; bahan baku pakan ; metode menyusun ransum sesuai kebutuhan kalkun ; kebutuhan dan pemberian ransum ; kebutuhan vitamin dan mineral ; kebutuhan air minum kalkun. Secara umum pakan kalkun mirip dengan pakan unggas atau jenis burung lainnya yaitu termasuk pemakan biji-bijian, yang membedakan kalkun sangat menyukai hijauan daun..
Pemberian daun untuk ransum kalkun dapat dilakukan dengan cara dipotong-potong terlebih dahulu atau dibiarkan dimakan di lapangan terbuka. Pemberian hijauan daun dengan cara dilepas pada areal yang sudah ditanami hijauan daun akan member manfaat lebih yaitu kalkun secara “insting” dapat memilih sendiri jenis-jenis daun dan mineral dalam tanah yang dibutuhkan serta dapat mengkonsumsi aneka serangga sebagai tambahan protein. Dari bahan pakan seperti dikemukakan di atas sangat bias dipahami bahwa kalkun memang sebenarnya sangat adaptif dengan lingkungan hidupnya dan relative mudah untuk diternak secara alami.
Kandang yang biasa digunakan untuk kalkun ada tiga tahap yaitu : kandang untuk pembibitan ; kandang untuk starter ; kandang untuk grower dan finisher. Penyakit dan penanganan penyakit dapat dilakukan selain vaksinasi, pemberian obat, untuk pencegahan agar tidak menular dilakukan isolasi dan karantina bagi kalkun yang sakit, dilakukan penyem desinfectan berkala pada kandang.
Manajemen pengelolaan kalkun juga perlu diperhatikan meliputi : panen dan penanganan pasca panen ; pengelolaan daging kalkun ; pengolahan daging kalkun; prospek pemasaran ; analisis usaha betrnak kalkun.
11 October 2012
TARBIYAH OF RAMADHAN
TARBIYAH OF RAMADHAN (2)
Senin, 19 Juli 2010
Oleh Muhammad Muhtar Arifin Sholeh
NIAT IKHLAS
Kajian kali ini memang berkaitan erat dengan rukun iman yang pertama. Al-Quran memberitahu ummat manusia tentang the real God, Tuhan yang sebenarnya (asli), yaitu di surat al-Ikhlaas. Sebagian besar muslim sudah bertahun-tahun hafal surat ini, tetapi permasalahannya sudah bisakah kita membacanya ? menulisnya ? dan mengerti isinya ? Kata al-Ikhlaas secara etimologis berarti murni, asli, belum kecampuran apa-apa, sehingga surat itu menjelaskan Tuhan yang asli menurut al-Quran, konsep Tuhan yang belum kecampuran otak pikiran manusia
Al-Quran surat al-Ikhlaas menyatakan bahwa the name of the real God is Allah, “katakanlah bahwa dia itu Allah”. Allah (الله) memang menjadi proper name untuk Tuhan yang asli, namun memang tepatnya ditulis dalam bahasa Al-Quran (jika ditransliterasi dalam roman script menjadi Allah – alif lam-lam ha’ - الله). Jadi bukan nama yang lain, bukan yesus, bukan brahma-wisnu-siwa, bukan sang hyang widi wasa, bukan theos, bukan god, bukan tuhan, dan bukan gusti ingkang murbehing dumadi.
Tuhan yang asli, yaitu Allah, mempunyai ciri-ciri Ahad (Esa), Shomad (Tempat Bergantung), Lam Yaalid (Tidak Melahirkan), Lam Yuulad (Tidak Dilahirkan), dan Lam Yakul-lahuu Kuffuwwan Ahad (Tidak Ada Satupun yang Menyamai-Nya). Ciri pertama dan terakhir merupakan ajaran tauhid (pengesaan Allah, keyakinan satu terhadap Allah) yang meliputi tauhid rubuubiyah, tauhid asma wa sifat, tauhid mulkiyah, dan tauhid uluuhiyah. Kajian tauhid bisa sangat mendalam / sangat luas.
Ustadz-ustadzah saya pernah mengajarkan bahwa membaca tiga kali surat al-Ikhlaas bernilai sama dengan mengkhatamkan al-Quran. Artinya, jika ayat pertama dan terakhir surat al-Ikhlas berisikan ajaran tauhid, maka surat pertama dan terakhir al-Quran (al-Fatihah dan an-Naas) juga berisikan ajaran tauhid, baik tauhid rubuubiyah (Rabbul-‘aalamiin dan Rabbun-naas), tauhid asma wa sifat (ar-Rahmaan, ar-Rahiim, dan al-Maalik, sebagai salah tiga dari nama dan sifat Allah), tauhid mulkiyah (Maaliki yaumiddiin dan Malikin-naas), dan tauhid uluuhiyah (Iyyaaka na’budu wa iyyaaka nasta’iin dan Ilaahin-naas).
Bagaimana manusia seharusnya bersikap (berakhlaq) kepada Allah swt, Tuhan yang sebenarnya ? Akhlaq kepada Allah dapat diwujudkan dengan niat ikhlas, sikap taqwa, bersyukur atas nikmat-Nya, muraqabah, dan sebagainya. Niat ikhlas jangan diartikan “gratisan, tidak ada bayaran”, itu arti yang salah-kaprah. Jika orang bekerja kemudian menerima bayaran (imbalan) maka orang ini tidak niat ikhlas, sedang jika ia tidak menerima bayaran maka dia berniat ikhlas. Pernyataan tersebut adalah pernyataan yang belum tentu benar dan tidak pada tempatnya. Masalah imbalan itu urusan perjanjian antar manusia yang harus dipenuhi (jika memang sepakat) karena Allah juga mengajarkan tentang imbalan yaitu pahala atau masuk surga. Rasulullah saw menyatakan, yang artinya, “berikanlah kepada buruh upahnya sebelum kering keringatnya” (HR Abu Ya’la, Ibnu Majah, dan Thabrani).
Niat ikhlas adalah karena Allah semata. Memang seluruh anggota tubuh ini melakukan tugas (beramal) masing-masing karena Allah sebagai Sang Pencipta. Mata melihat, telinga mendengar, hidung membau, mulut bicara/makan-minum, kaki berjalan, otak berpikir, jantung mengurusi peredaran darah, dan sebagainya. Semua pekerjaan itu aslinya terjadi karena mengikuti keinginan Allah al-Khaliq sebagai Sang Pencipta. Jadi, pekerjaan apapun (tentunya yang baik-baik) harus diniiatkan karena Allah semata. Ikhlas karena Allah syarat diterimanya amal. Tentunya jika sudah niat karena Allah, diteruskan dengan amal yang dituntunkan oleh-Nya untuk mencapai ridho-Nya.
Islam disebut dengan ad-diinul-khaalish. Kata al-khaalish mempunyai makna akar kata yang sama dengan al-ikhlaash yaitu murni atau asli. Artinya, Islam adalah agama yang asli (murni) dari Allah, tidak kecampuran dengan hawa nafsu manusia. Allah menciptakaan manusia dengan ad-diin (ciri/sifat, adat kebiasaan, tradisi, jalan, hukum, aturan) yaitu struktur bagian tubuh, tata letak bagian tubuh, fungsi bagian tubuh, dan seluruh sistem yang ada di tubuh (sistem syaraf, pernafasan, pencernaan, peredaran darah, otot, tulang eskresi/sekresi, hormone, dan sebagainya). Sesuai dengan aslinya, tubuh manusia menyerahkan dirinya (ber-aslama, berislam) untuk tunduk-patuh kepada keinginan dan ketentuan atau aturan Allah Sang Pencipta. Jadi, mata manusia (aslinya) berislam kepada Allah dengan melihat, telinga yang asli berislam dengan mendengar, mulut yang murni ciptaan Allah berislam dengan bicara/makan-minum, hidung asli buatan Allah berislam dengan membau, kaki manusia yang murni buatan Allah digunakan untuk berjalan/berlari, otak ciptaan Allah berislam dengan berpikir, jantung dengan mengurusi sistem peredaran darah, paru-paru dengan mengurusi sistem pernafasan, tulang dengan menopang tubuh, dan sebagainya.
Maka apakah mereka mencari agama yang lain dari agama Allah, padahal kepada-Nya-lah menyerahkan diri segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada Allahlah mereka dikembalikan (QS al-Imraan 3:83)
Keikhlasan penuh kepada Allah (niat ikhlas hanya karena Allah) menjadi senjata hebat untuk melawan kekuatan setan. Setan tidak mampu menembus orang-orang ikhlas (mukhlisin). Allah berfirman:
Iblis berkata: "Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan ma'siat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba Engkau yang mukhlis di antara mereka" (QS al-Hijr 15:39-40)
Keikhlasan penuh kepada Allah berarti menjauhkan diri dari rasa riya (pamer) kepada sesama manusia. Iman seseorang akan sempurna jika ia menjauhkan diri dari riya yang dapat menghancurkan pahala amal sebagaimana api yang membakar kayu kering. Rasulullah saw bersabda, yang artinya, “Tiga perkara, barang siapa hal itu ada pada dirinya, berarti ia menyempurnakan imannya; 1) seseorang yang tidak pernah takut demi agama Allah pada kecaman si pengecam, 2) tidak riya dengan sesuatu dari amalannya, dan 3) jika dua perkara dihadapkan kepadanya, salah satu untuk dunia dan yang lain untuk akhirat, maka ia memilih urusan akhirat daripada urusan dunia” (HR Ibnu Asakir dari Abu Hurairah). Beliau juga menyatakan, yang artinya, “Sesungguhnya yang paling aku takuti atas kamu adalah syirik yang paling kecil. Sahabat bertanya, ‘Apa syirik yang paling kecil itu’? Rasul menjawab ‘riya’” (HR Ahmad)
Wallaahu a’lam bish-shawwab,
Fas-aluu ahladz-dzikri inkuntum laa ta’lamuun
10 October 2012
budidaya ikan gabus, peluang usaha yang masih terpendam
Entah mengapa budidaya ikan gabus tak sepopuler dengan usaha budidaya ikan lainnya. Padahal potensi ikan gabus cukup besar karena selain mudah dibudidayakan dan enak dikonsumsi, ikan gabus juga kaya khasiat untuk obat berbagai jenis penyakit.
Berdasarkan hasil penelitian, Ikan Gabus alias Ophiocephalus striatus ini mengandung albumin (bagian protein yang sangat penting bagi tubuh manusia) yang sangat tinggi. Sehingga ekstrak ikangabus ini sangat ampuh untuk penyembuhan berbagai jenis penyakit misalnya hepatitis, infeksi paru, stroke. Memperbaiki gizi buruk pada bayi, anak-anak dan ibu hamil serta mempercepat penyembuhan luka.
Karena kandungan dan kelebihannya sejumlah ahli gizi menganjurkan masyarakat lebih banyak mengkonsumsi ikan gabus yang biasanya hidup di danau, rawa, sungai, dan saluran-saluran air hingga ke sawah-sawah ini.
Sejumlah ahli gizi di antaranya dari Center for Food, Nutrition, and Health (CFNH) Rumah Sakit Dr Wahidin Sudirohusodo Makassar Sulawesi Selatan, Prof. DR. dr. Nurpudji A.Taslim, MPH, SpGK, Dr. dr. Sri Adiningsih MS MCN dari Departemen Nutrisi, Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Airlangga, hingga peneliti dari Universitas Loma Linda California mengatakan, ikan gabus memiliki nilai asam amino yang sangat lengkap, baik esensial maupun non esensial. Selain itu, ikan gabus juga mengandung Allisin, Allil Sulfida dan Furostanol Glicosida.
Karena itu Prof Nurpudji A.Taslin mengatakan seseorang memiliki kandungan albumin rendah disarankan mengkonsumsi ikan gabus, atau ekstrak kapsul ikan gabus maupun biskuit albumin ikan gabus. Dia mencontohkan, jika anak-anak yang berkadar albuminnya rendah harus diberi infus seharga Rp1,4 juta per botol, dengan minimal pemberian 3 botol.
Tetapi jika mengkonsumsi ikan gabus atau kapsul albumin harganya cukup terjangkau, hanya Rp3 ribu per butir. “Bila pemberiannya 2 kapsul ikan gabus sekali minum sehari 3 kali selama 10 hari, biayanya hanya Rp180 ribu,” kata akademisi yang sudah lama memproduksi kapsul ekstrak ikan gabus tersebut.
Sejumlah pengusaha di Semarang, Jawa Tengah saat ini juga sedang giat mengembangkan produksi ekstrak ikan gabus ini. Sayangnya para produsen ekstrak ikan gabus sering terkendala pasokan bahan baku. Karena untuk memproduksi ekstrak ikan gabus kualitas baik dibutukan ikan bagus yang berukuran 1 kg per ekor. Karena kadar protein yang diperoleh dari 1 ekor gabus ukuran 1 kg, lebih tinggi dibandingkan 2 ekor ukuran 500 gram.
Menurut Florentinus, salah seorang pengusaha ekstrak ikan gabus, dalam satu kali produksi dibutuhkan 70-100 kg ikan gabus. Setiap kilogram ikan akan menghasilkan 170-200 cc ekstrak.
Tapi banyaknya manfaat ikan gabus tidak dibarengi dengan kegiatan budidaya sehingga produk ekstrak ikan gabus pun masih sulit diperoleh di pasaran. Padahal budidaya ikan ini tidaklah sulit, cukup dengan pemijahan alami yang dilakukan di dalam bak beton atau fibreglass.
Pemijahan dilakukan di bak betol panjang 5 m dengan air setinggi 50 cm. Sebagai perangsang pemijahan, dimasukan eceng gondok. Masukan pula 30 ekor indukan, kemudian dibiarkan memijah. Setelah itu diambil telurnya. Satu ekor induk bisa menghasilkan telur 10 ribu butir hingga 11 ribu butir, lalu penetasan telur dilakukan di akuarium. Telur akan menetas dalam waktu 24 jam. Sampai dua hari, larva tidak perlu diberi pakan, karena masih menyimpan makanan cadangan.
Pemeliharaan larva ikan gabus dilakukan setelah 2 hari, dengan diberi pakan berupa naupli artemia dengan frekwensi 3 kali sehari. Dari umur 5 hari,larva diberi pakan tambahan berupa daphnia 3 kali sehari. Untuk menjaga kualitas air, dilakukan penyimpanan, dengan membuang kotoran dan mengganti dengan air baru sebanyak 50 persen.
Pendederan I ikan gabus dilakukan di kolam tanah ukuran 200 m2 yang diisi air setinggi 40 cm dan rendam selama 5 hari (air tidak dialirkan). Tebar 4.000 ekor larva pada pagi hari, setelah 2 hari beri 2 kg tepung pellet. Selanjutnya panen benih dilakukan setelah berumur 3 minggu. (inspirasi-usaha/melanoptera)
09 October 2012
penyifonan kunci sukses ternak gurami di kolam terpal (deklit)
Penyifonan, Kunci Sukses Gurami Kolam Terpal
Penyifonan merupakan salah satu kunci sukses budidaya gurami kolam terpal. Dengan melakukan penyifonan yg teratur, kebersihan dan kesehatan air di dalam kolam terpal dapat terjaga serta tetap ideal untuk budidaya gurami.
Sifon alias Shift Pond merupakan tindakan untuk menyedot/membuang kotoran ikan dan sisa pakan serta kotoran lain yang terdapat di dasar kolam. Penyifonan ini wajib dilakukan oleh para pembudidaya gurami kolam terpal.
Pasalnya jika tidak dilakukan penyifonan, maka lama-kelamaan akan terjadi penumpukan kotoran gurami dan sisa pakan di dasar kolam terpal. Penumpukan ini kemudian akan meningkatkan kadar Amonia dan Nitrit yang bersifat racun.
Tanda gurami yang keracunan Amonia dan Nitrit diantaranya adalah gurami tampak lemas, lebih menyukai berenang di permukaan kolam kemudian tampak terengah-engah karena kekurangan oksigen.
Jika kondisi ini dibiarkan maka akan menimbulkan kematian masal gurami yang dibudidayakan di kolam terpal. Inilah mengapa penyifonan secara teratur mutlak dilakukan untuk meminimalkan konsentrasi Amonia dan Nitrit pada budidaya gurami di kolam terpal.
Lain halnya jika budidaya gurami dilakukan pada kolam tanah. Tindakan penyifonan ini tidak terlalu diperlukan mengingat kotoran gurami serta sisa pakan dapat langsung terurai.
15 August 2011
introducong of sufisme
Introducing of sufisme
Sufisme atau tasawwuf merupakan jalan filosofi Islam yang toleran, mistis, dan universal. Pesan sulh-i-kul, damai dengan semua, membuat Sufisme bisa diterima baik oleh kalangan Muslim maupun non-Muslim. Sufisme memiliki daya tarik bagi seluruh sekte dan kelas-kelas sosial Muslim. Orang hanya perlu mengunjungi kuil – kuil, atau zawiyah – zawiyah, atau tekke – tekke seperti kuil suci di Ajmer India dan mengamati arak – arakan para pengunjung Muslim dan non-Muslim untuk membuktikannya. Sufi melihat keesaan Tuhan, tauhid pada segala sesuatu, pada setiap orang. Meskipun dalam bentuk bentuknya yang vulgar dan lebih populer. Sufisme telah menampung praktik-praktik janggal yang tidak islami. Hakikat ajaran ini murrni berasal dari pribadi Nabi sendiri. Pertama-tama sufi harus menguasai, jalan kebenaran Islam, sebelum melangkah kepada tarekat, jalan sufi.
Para guru sufi merupakan tokoh sentral bagi para murid meeka dalam membantu menyingkap berbagai misteri serta ajaran Sufisme. Fungsi pertama dan utama seorang guru sufi adalah apa yang disebut penghancur ego, yaitu menekan ego individual untuk mengutamakan keagungan Tuhan. Untuk mendukung penghancuran ego ini, berbagai latihan dilakukan, yang sebagian besar tampak janggal bagi orang awam. Banyak kisah tentang bagaimana para guru sufi memberi perintah pada murid murid mereka. Ada dongeng-dongeng tentang para pangeran yang memasuki kalangan sufi kemudian diperintahkan untuk membersihkan kakus.
Pada berbagai hal yang berbau sufisme, banyak lapisan makna yang terdapat di bawah permukaannya. Gagasan pertamanya adalah menghancurkan kemudian membentuk pencari kebenaran sebelum tarekat dapat dipahami. Praktik-praktik esoterik ini memungkinkan para sufi untuk dapat bertahan di saat yang berat, bahkan saat mengalami penganiayaan. Salah satu praktik seperti itu adalah ritual zikir, menyebut nama Allah. Setiap nama dari ke-99 nama Tuhan diketahui memiliki satu kualitas khusus. Mengucapkan dan mengulang-ulang nama itu dengan cara khusus melahirkan suatu kondisi spiritual pada diri orang yang beriman. Zikir membuat Islam bertahan di Asia Tengah selama masa pahit kekuasaan Uni soviet.
Doa berikut merangkum semangat sufisme. Doa ini berasar dari ordo (thoriqoh) Naqsabaniah yang didirikan Bahauddin Naqsabandi, orang suci dari Bukhara, yang hidup di abad keempat belas. Rentang Islam yang universal jelas terlihat, doa ini bisa menjadi doa bagi agama apapun, di mana pun di dunia:
Tuhanku, betapa lembut Engkau terhadap ia yang melawan-Mu; betapa dekat Engkau pada ia yang mencari-Mu, betapa belas kasih kepada ia yang meminta kepada-Mu, betapa baik pada ia yang menyandarkan harapannya pada-Mu.
Siapa pun dia yang meminta kepada-Mu lalu Engkau menolaknya atau siapa yang mencari perlindungan-Mu lalu engkau menghianatinya dan mendekat kepada-Mu lalu Engkau menjauhinya? Dan berlari kepada-Mu lalu Engkau menolakkannya?
Semangat sufi yang toleran dan dapat diterima semua pihak tidaklah mengherankan kalau kita menengok sumber inspirasi mereka. Meskipun Nabi merupakan teladan tertinggi mereka, tokoh-tokoh spiritual lain-termasuk Ibrahim, Musa, dan Yesus-juga mencetak mereka. Hal ini diungkapkan dalam “Delapan Karakteristik Sufi” yang ditulis guru sufi terkenal, Junaid dari Bagdad:
Dalam Sufisme, delapan kualitas harus dilatih, sufi memiliki: Kebebasan seperti yang dimiliki Ibrahim; Penerimaan atas apa yang menjadi bagiannya seperti Ismail telah menerima bagiannya; Kesabaran yang dicontohkan Yakub; Kemampuan untuk berkomunikasi dengan simbolisme, seperti dalam kisah Zakaria; Pemisahan dari masyarakatnya sendiri, seperti dialami Yunus; jaket bulu domba seperti mantel penggembala milik Musa; Melakukan perjalanan, seperti perjalanan yang diakukan Yesus; Kerendahan hati seperti Muhammad SAW. dengan kerendahan jiwanya.
Pesan sufisme mengenai kasih sayang, kerendahan hati dan cinta universal sangat menarik dan mendatangkan banyak ilham. Tetapi apa yang akan dikatakan oleh kaum muda masa kini yang tenggelam dalam lingkungan urban materialis dimana televisi dan internet telah tampil sebagai pemberi input terbesar sebagaimana mengenai Sufisme? Bagaimana mereka akan memahami kisah-kisah sufi?
Kisah berikut ini berasal dari matsnawi terkenal karya guru sufi besar Maulana Jalaluddin Rumi, menggambarkan hal di atas. Seorang murid yang mencari jalan sufi akhirnya merasa bahwa ia telah menguasainya dan datang untuk mengatakannya kepada sang guru. Ia mengetuk pintu dan ditanya ‘Siapa? Menjawab Saya. Sang guru mengatakan, ’Pergilah, kamu belum mendapatkan pengetahuan”. Sang murid pun pergi untuk kembali setelah melakukan lebih banyak lagi latihan-latihan spiritual, dan kali ini kita ditanya siapa mengetuk pintu ia menjawan “Engkau” . “Masuklah”, kata sang guru.”Tidak cukup tempat bagi dua aku di rumah ini”.
Kisah sufi ini menggambarkan lapisan lapisan pemahaman yang terkandung dalam sufisme: penghancuran ego, kebutuhan akan guru sufi yang akan membantu pencarian pengetahuan sepanjang jalan Tuhan, dan pencarian jalan kebenaran, Jalan Tuhan, bagaimanapun esoterisnya. Kisah-kisah ini adalah kiasan, metafor cerita dama cerita. Seperti lapisan dalam bawang kisah-kisah ini memerlukan kesabaran dalam pengupasannya; kisah kisah ini terkadang berakhir dalam air mata.
Sufisme tidak diharapkan bisa populer atau dipahami massa yang didominasi oleh media, oleh propaganda, oleh analisis yang dangkal, oleh kegaduhan dan hantaman berbagai suara dan oleh sikap tidak hormat yang sinis. Zaman kita menuntut pahlawan-pahlawan sederhana - seperti Superman , James Bond, Indiana Jones, Iron Man, Batman. Tema-tema yang mengingatkan kita pada ketidakmantapan hidup di bumi, yang menunjukkan berbagai misteri keberadaan, kompleksitas kemenjadian, tidak siap untuk diterima.
Sufisme atau tasawwuf merupakan jalan filosofi Islam yang toleran, mistis, dan universal. Pesan sulh-i-kul, damai dengan semua, membuat Sufisme bisa diterima baik oleh kalangan Muslim maupun non-Muslim. Sufisme memiliki daya tarik bagi seluruh sekte dan kelas-kelas sosial Muslim. Orang hanya perlu mengunjungi kuil – kuil, atau zawiyah – zawiyah, atau tekke – tekke seperti kuil suci di Ajmer India dan mengamati arak – arakan para pengunjung Muslim dan non-Muslim untuk membuktikannya. Sufi melihat keesaan Tuhan, tauhid pada segala sesuatu, pada setiap orang. Meskipun dalam bentuk bentuknya yang vulgar dan lebih populer. Sufisme telah menampung praktik-praktik janggal yang tidak islami. Hakikat ajaran ini murrni berasal dari pribadi Nabi sendiri. Pertama-tama sufi harus menguasai, jalan kebenaran Islam, sebelum melangkah kepada tarekat, jalan sufi.
Para guru sufi merupakan tokoh sentral bagi para murid meeka dalam membantu menyingkap berbagai misteri serta ajaran Sufisme. Fungsi pertama dan utama seorang guru sufi adalah apa yang disebut penghancur ego, yaitu menekan ego individual untuk mengutamakan keagungan Tuhan. Untuk mendukung penghancuran ego ini, berbagai latihan dilakukan, yang sebagian besar tampak janggal bagi orang awam. Banyak kisah tentang bagaimana para guru sufi memberi perintah pada murid murid mereka. Ada dongeng-dongeng tentang para pangeran yang memasuki kalangan sufi kemudian diperintahkan untuk membersihkan kakus.
Pada berbagai hal yang berbau sufisme, banyak lapisan makna yang terdapat di bawah permukaannya. Gagasan pertamanya adalah menghancurkan kemudian membentuk pencari kebenaran sebelum tarekat dapat dipahami. Praktik-praktik esoterik ini memungkinkan para sufi untuk dapat bertahan di saat yang berat, bahkan saat mengalami penganiayaan. Salah satu praktik seperti itu adalah ritual zikir, menyebut nama Allah. Setiap nama dari ke-99 nama Tuhan diketahui memiliki satu kualitas khusus. Mengucapkan dan mengulang-ulang nama itu dengan cara khusus melahirkan suatu kondisi spiritual pada diri orang yang beriman. Zikir membuat Islam bertahan di Asia Tengah selama masa pahit kekuasaan Uni soviet.
Doa berikut merangkum semangat sufisme. Doa ini berasar dari ordo (thoriqoh) Naqsabaniah yang didirikan Bahauddin Naqsabandi, orang suci dari Bukhara, yang hidup di abad keempat belas. Rentang Islam yang universal jelas terlihat, doa ini bisa menjadi doa bagi agama apapun, di mana pun di dunia:
Tuhanku, betapa lembut Engkau terhadap ia yang melawan-Mu; betapa dekat Engkau pada ia yang mencari-Mu, betapa belas kasih kepada ia yang meminta kepada-Mu, betapa baik pada ia yang menyandarkan harapannya pada-Mu.
Siapa pun dia yang meminta kepada-Mu lalu Engkau menolaknya atau siapa yang mencari perlindungan-Mu lalu engkau menghianatinya dan mendekat kepada-Mu lalu Engkau menjauhinya? Dan berlari kepada-Mu lalu Engkau menolakkannya?
Semangat sufi yang toleran dan dapat diterima semua pihak tidaklah mengherankan kalau kita menengok sumber inspirasi mereka. Meskipun Nabi merupakan teladan tertinggi mereka, tokoh-tokoh spiritual lain-termasuk Ibrahim, Musa, dan Yesus-juga mencetak mereka. Hal ini diungkapkan dalam “Delapan Karakteristik Sufi” yang ditulis guru sufi terkenal, Junaid dari Bagdad:
Dalam Sufisme, delapan kualitas harus dilatih, sufi memiliki: Kebebasan seperti yang dimiliki Ibrahim; Penerimaan atas apa yang menjadi bagiannya seperti Ismail telah menerima bagiannya; Kesabaran yang dicontohkan Yakub; Kemampuan untuk berkomunikasi dengan simbolisme, seperti dalam kisah Zakaria; Pemisahan dari masyarakatnya sendiri, seperti dialami Yunus; jaket bulu domba seperti mantel penggembala milik Musa; Melakukan perjalanan, seperti perjalanan yang diakukan Yesus; Kerendahan hati seperti Muhammad SAW. dengan kerendahan jiwanya.
Pesan sufisme mengenai kasih sayang, kerendahan hati dan cinta universal sangat menarik dan mendatangkan banyak ilham. Tetapi apa yang akan dikatakan oleh kaum muda masa kini yang tenggelam dalam lingkungan urban materialis dimana televisi dan internet telah tampil sebagai pemberi input terbesar sebagaimana mengenai Sufisme? Bagaimana mereka akan memahami kisah-kisah sufi?
Kisah berikut ini berasal dari matsnawi terkenal karya guru sufi besar Maulana Jalaluddin Rumi, menggambarkan hal di atas. Seorang murid yang mencari jalan sufi akhirnya merasa bahwa ia telah menguasainya dan datang untuk mengatakannya kepada sang guru. Ia mengetuk pintu dan ditanya ‘Siapa? Menjawab Saya. Sang guru mengatakan, ’Pergilah, kamu belum mendapatkan pengetahuan”. Sang murid pun pergi untuk kembali setelah melakukan lebih banyak lagi latihan-latihan spiritual, dan kali ini kita ditanya siapa mengetuk pintu ia menjawan “Engkau” . “Masuklah”, kata sang guru.”Tidak cukup tempat bagi dua aku di rumah ini”.
Kisah sufi ini menggambarkan lapisan lapisan pemahaman yang terkandung dalam sufisme: penghancuran ego, kebutuhan akan guru sufi yang akan membantu pencarian pengetahuan sepanjang jalan Tuhan, dan pencarian jalan kebenaran, Jalan Tuhan, bagaimanapun esoterisnya. Kisah-kisah ini adalah kiasan, metafor cerita dama cerita. Seperti lapisan dalam bawang kisah-kisah ini memerlukan kesabaran dalam pengupasannya; kisah kisah ini terkadang berakhir dalam air mata.
Sufisme tidak diharapkan bisa populer atau dipahami massa yang didominasi oleh media, oleh propaganda, oleh analisis yang dangkal, oleh kegaduhan dan hantaman berbagai suara dan oleh sikap tidak hormat yang sinis. Zaman kita menuntut pahlawan-pahlawan sederhana - seperti Superman , James Bond, Indiana Jones, Iron Man, Batman. Tema-tema yang mengingatkan kita pada ketidakmantapan hidup di bumi, yang menunjukkan berbagai misteri keberadaan, kompleksitas kemenjadian, tidak siap untuk diterima.
04 July 2010
Menyongsong Perdamaian dunia dengan Sufisme Islam
Dunia sufi, sebagai inti sari Islam, sebenarnya berpotensi besar untuk berkontribusi bagi terciptanya perdamaian dunia. Dengan menyelami sufisme, umat Islam diharapkan tidak lagi mencerna suatu masalah dari apa yang tampak di
permukaan, tetapi dapat memandang segala sesuatunya dari sisi hakikat. "Melalui sufisme, manusia diajak untuk berserah diri secara total kepada Allah, Tuhan yang Maha Esa," ujar KH Luqman Hakim (46), pembimbing dan pengajar dunia sufi di Jakarta.
Bagi sufisme, proses menjalani takdir kehambaan merupakan hal penting. Ketika nilai-nilai sufisme sudah dipraktikkan dalam diri, seseorang bisa menjadi semakin spiritualis. "Ia tidak lagi akan kaku di dalam memandang segala persoalan," tutur Kiai Luqman, yang juga menjabat sebagai Pemimpin Redaksi Majalah Sufi serta jadi pengasuh majelis pengajian sufi di Jabodetabek. Kelenturan di dalam memandang suatu persoalan itulah yang pada akhirnya diharapkan dapat berkontribusi bagi upaya-upaya menciptakan perdamaian dunia.
SP berkesempatan berbincang dengan KH Luqman Hakim di The Wahid Institute, seusai pengajian "Sufi Islam dan Perdamaian Dunia" yang diselenggarakan untuk menyambut ulang tahun ke-4 The Wahid Institute, Senin (8/9) malam.
Apa inti sari pengajaran di dunia sufi, berikut wawancara khusus SP dengan KH Luqman Hakim, sang mursyid sufisme.
Mengapa tertarik menekuni sufisme?
Sufisme adalah pilihan yang tidak ditekuni banyak orang. Dunia sufi itu sebenarnya soal nucleus, yakni inti sari Islam itu sendiri. Spiritnya. Kami mencoba membangun sumber-sumber air yang lebih jernih di Jakarta sebagai wilayah perkotaan, supaya keterasingan seseorang dalam kehidupan per- kotaan tidak membikin dia kian gersang secara spiritual.
Ada ayat yang sering dikutip kaum pluralis, yakni, "Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal (QS Al-Hujurat:13)".
Isilah li ta'arafu dalam ayat itu maknanya banyak sekali. Tetapi, dalam perspektif sufi, li ta'arafu bukan sekadar kenal-mengenal dan saling mencerdaskan, melainkan juga saling mengenalkan kemakrifatan Allah kepada sesama.
Untuk mengatasi kegersangan jiwa, apa yang bisa dilakukan dengan sufisme?
Ketika jiwa gersang, manusia sedang melesat keluar dari orbit spiritnya. Dia mencoba membangun kerajaan sendiri, atau planet-planet sendiri, di dalam hidup ini. Manusia kemudian terlepas dari fitrahnya.
Dunia sufi adalah dunia paling primordial dalam spirit dunia Islam, yang sebenarnya sudah ada sejak zaman Nabi Adam hingga Nabi Muhammad, yang kemudian disempurnakan para sufi. Saya hingga sekarang masih optimistis, nilai-nilai sufistik adalah nilai-nilai yang bisa mendamaikan dunia. Sebab, sufi memandang segala sesuatu tidak dengan kaku. Misalnya, kotoran bagi orang-orang syariat tentu dipandang sebagai najis yang harus disingkirkan. Tetapi, sufi tidak memaknai kotoran cuma dengan cara seperti itu. Bagi penganut sufisme, kotoran tidak semata-mata dipandang najis, tetapi bisa juga untuk pupuk.
Bisa disimpulkan sufisme memandang segala sesuatu tidak dari tampilan permukaan, tetapi dari hakikat?Dalam wacana sufi ada pengungkapan yang berbunyi semacam ini, "Cahaya para sufi mendahului wacananya". Sementara itu, para ulama cenderung punya pendekatan, "Wacana para ulama dan cendekiawan mendahului cahayanya". Jadi, para sufi berpendapat, bukan karena adanya dorongan 'oh, enaknya saya berkata seperti itu' lalu ia berkata seperti itu, tetapi memang karena sudah seharusnya ia berbicara seperti itu.
Munculnya wacana menjadi bagian sistematik kosakata yang bergantung pada kebiasaan-kebiasaan intelektual seseorang. Kalau dia seorang penyair, kalimat-kalimatnya menjadi syair yang indah. Wacana hanya menjadi semacam screen.
Banyak ulama berpendapat, tasawuf hendaknya didalami jika telah memiliki fondasi syariat yang kuat. Anda sepakat?
Sufisme tidak melakukan pemosisian semacam itu. Manusia kenyataannya adalah satu kesatuan organisme, sehingga baik hakikat maupun syariat, harus berjalan berbarengan. Bagi sufi, manusia mempunyai aspek lahiriah dan batiniah. Apabila berpuasa, misalnya, kita harus ikhlas. Salat juga harus khusyuk. Bagi saya, sufisme berada di wilayah khusyuk, ikhlas, dan rela.
Mendalami sufisme tidak harus dihadapkan pada persoalan manakah yang harus didahulukan, apakah hakikat ataukah syariat. Maka, dibutuhkan seorang mursyid, sang pembimbing yang bisa menata perilaku pertumbuhan batin seseorang dengan Tuhannya, Allah. Di bawah bimbingan seorang mursyid, diharapkan tidak ada konflik antara pikiran dan hati.
Tetapi, bagaimana kita bisa mendalami hakikat sesuatu apabila syariat saja belum sempurna dilaksanakan?
Sepanjang manusia masih terikat ruang dan waktu, aspek lahiriah berupa pelaksanaan syariat memang harus semacam itu. Kalau manusia tidak kenal ruang dan waktu, oleh syariat dia tidak diwajibkan. Misalnya, orang gila, pingsan, atau tertidur, tidak diwajibkan salat.
Bagi sufisme, proses menjalani takdir kehambaan merupakan hal penting. Ketika nilai-nilai sufisme sudah dipraktikkan dalam diri, seseorang bisa menjadi semakin spiritualis. "Ia tidak lagi akan kaku di dalam memandang segala persoalan," tutur Kiai Luqman, yang juga menjabat sebagai Pemimpin Redaksi Majalah Sufi serta jadi pengasuh majelis pengajian sufi di Jabodetabek. Kelenturan di dalam memandang suatu persoalan itulah yang pada akhirnya diharapkan dapat berkontribusi bagi upaya-upaya menciptakan perdamaian dunia.
SP berkesempatan berbincang dengan KH Luqman Hakim di The Wahid Institute, seusai pengajian "Sufi Islam dan Perdamaian Dunia" yang diselenggarakan untuk menyambut ulang tahun ke-4 The Wahid Institute, Senin (8/9) malam.
Apa inti sari pengajaran di dunia sufi, berikut wawancara khusus SP dengan KH Luqman Hakim, sang mursyid sufisme.
Mengapa tertarik menekuni sufisme?
Sufisme adalah pilihan yang tidak ditekuni banyak orang. Dunia sufi itu sebenarnya soal nucleus, yakni inti sari Islam itu sendiri. Spiritnya. Kami mencoba membangun sumber-sumber air yang lebih jernih di Jakarta sebagai wilayah perkotaan, supaya keterasingan seseorang dalam kehidupan per- kotaan tidak membikin dia kian gersang secara spiritual.
Ada ayat yang sering dikutip kaum pluralis, yakni, "Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal (QS Al-Hujurat:13)".
Isilah li ta'arafu dalam ayat itu maknanya banyak sekali. Tetapi, dalam perspektif sufi, li ta'arafu bukan sekadar kenal-mengenal dan saling mencerdaskan, melainkan juga saling mengenalkan kemakrifatan Allah kepada sesama.
Untuk mengatasi kegersangan jiwa, apa yang bisa dilakukan dengan sufisme?
Ketika jiwa gersang, manusia sedang melesat keluar dari orbit spiritnya. Dia mencoba membangun kerajaan sendiri, atau planet-planet sendiri, di dalam hidup ini. Manusia kemudian terlepas dari fitrahnya.
Dunia sufi adalah dunia paling primordial dalam spirit dunia Islam, yang sebenarnya sudah ada sejak zaman Nabi Adam hingga Nabi Muhammad, yang kemudian disempurnakan para sufi. Saya hingga sekarang masih optimistis, nilai-nilai sufistik adalah nilai-nilai yang bisa mendamaikan dunia. Sebab, sufi memandang segala sesuatu tidak dengan kaku. Misalnya, kotoran bagi orang-orang syariat tentu dipandang sebagai najis yang harus disingkirkan. Tetapi, sufi tidak memaknai kotoran cuma dengan cara seperti itu. Bagi penganut sufisme, kotoran tidak semata-mata dipandang najis, tetapi bisa juga untuk pupuk.
Bisa disimpulkan sufisme memandang segala sesuatu tidak dari tampilan permukaan, tetapi dari hakikat?Dalam wacana sufi ada pengungkapan yang berbunyi semacam ini, "Cahaya para sufi mendahului wacananya". Sementara itu, para ulama cenderung punya pendekatan, "Wacana para ulama dan cendekiawan mendahului cahayanya". Jadi, para sufi berpendapat, bukan karena adanya dorongan 'oh, enaknya saya berkata seperti itu' lalu ia berkata seperti itu, tetapi memang karena sudah seharusnya ia berbicara seperti itu.
Munculnya wacana menjadi bagian sistematik kosakata yang bergantung pada kebiasaan-kebiasaan intelektual seseorang. Kalau dia seorang penyair, kalimat-kalimatnya menjadi syair yang indah. Wacana hanya menjadi semacam screen.
Banyak ulama berpendapat, tasawuf hendaknya didalami jika telah memiliki fondasi syariat yang kuat. Anda sepakat?
Sufisme tidak melakukan pemosisian semacam itu. Manusia kenyataannya adalah satu kesatuan organisme, sehingga baik hakikat maupun syariat, harus berjalan berbarengan. Bagi sufi, manusia mempunyai aspek lahiriah dan batiniah. Apabila berpuasa, misalnya, kita harus ikhlas. Salat juga harus khusyuk. Bagi saya, sufisme berada di wilayah khusyuk, ikhlas, dan rela.
Mendalami sufisme tidak harus dihadapkan pada persoalan manakah yang harus didahulukan, apakah hakikat ataukah syariat. Maka, dibutuhkan seorang mursyid, sang pembimbing yang bisa menata perilaku pertumbuhan batin seseorang dengan Tuhannya, Allah. Di bawah bimbingan seorang mursyid, diharapkan tidak ada konflik antara pikiran dan hati.
Tetapi, bagaimana kita bisa mendalami hakikat sesuatu apabila syariat saja belum sempurna dilaksanakan?
Sepanjang manusia masih terikat ruang dan waktu, aspek lahiriah berupa pelaksanaan syariat memang harus semacam itu. Kalau manusia tidak kenal ruang dan waktu, oleh syariat dia tidak diwajibkan. Misalnya, orang gila, pingsan, atau tertidur, tidak diwajibkan salat.
Kesadaran ruang dan waktu pasti hubungannya dengan aspek fisikal. Tuhan mewajibkan orang salat karena manusia masih berada di dunia. Alam fisikal semesta ini bergantung pada orang salat. Tidak heran apabila ada ungkapan bahwa kiamat akan ditunda sepanjang ada manusia masih menyeru, "Allah, Allah, Allah!"
Salat berbentuk sujud dan rukuk karena memiliki makna-makna luar biasa yang berhubungan dengan gerak-gerik kosmologis dan astrologis, yaitu semesta raya ini. Kalau umat Islam sepakat, bahwa untuk selama satu jam seluruh umat Islam di bumi ini berhenti salat, saya yakin planet-planet di seluruh alam semesta ini akan bertubrukan. Sebab, salat memang aspek lahiriah yang harus ditunaikan. Sufisme itu sendiri hanya ingin mengantarkan, supaya ketika orang salat secara lahiriah, batin dia juga harus ikut salat.
Pencapaian apa yang diharapkan bisa diraih dengan mendalami sufisme?
Sufisme sebenarnya hanya untuk memosisikan kembali bahwa kita, manusia, adalah hamba dengan segala haknya, dan Allah adalah Tuhan dengan segala hak-Nya. Jadi, jangan sampai ada lagi pertanyaan ketika manusia menghadap Tuhan nanti. Sebab, ketika besok kita menghadap Allah, tidak akan ada lagi pertanyaan dari diri kita begitu sampai di hadapan Dia. Yang ada hanya "bengong abadi" dalam transformasi kenikmatan yang terus-menerus.
Penyadaran-penyadaran itu perlu mendekonstruksi cara pandang kemudian. Misalnya, mayoritas umat Islam selalu mengandalkan amal kebajikan. Seakan-akan amal kebajikan itu paspor untuk masuk ke surga. Dunia sufi membongkar hal-hal semacam itu. Dinolkan kembali. Jadi, yang diandalkan manusia itu seharusnya yang menciptakan amal kebajikan, yakni Allah. Yang diandalkan bukanlah amal kebajikan semata.
Penyerahan diri secara total kepada Tuhan apakah tidak cukup dilakukan dengan syariat?Tidak. Ada kalimat Imam Maliki yang mengatakan, "Siapa yang melakukan syariat tanpa tasawuf, dia bisa fasik". Artinya, dia menjadi orang yang keras kepala, sombong, merasa paling hebat dan benar sendiri. Sebaliknya, "Siapa yang bertasawuf tanpa bersyariat, dia akan zindiq". Di situ, kehadiran Tuhan hanya dipersepsikan secara kebatinan belaka. Cuma semata-mata berbekal eling. Sufisme berupaya memosisikan kembali, bahwa jika manusia mengenal Tuhan itu Maha Esa, maka apa hubungan diri dia dengan keesaan Tuhan itu sendiri.
Saya berpendapat, sufisme mengalami penyimpangan kalau dia meninggalkan syariat. Memang, ada orang yang kelihatan tidak bersyariat. Tetapi, hal itu karena dia sudah melesat dari batasan-batasan ruang dan waktu. Ada suasana ekstase. Tetapi, suasana ekstase itu pun merupakan proses, dan bukan sesuatu yang bersifat final.
Bagaimana sufisme Islam bisa berkontribusi bagi perdamaian dunia?
Sufisme adalah salah satu nilai yang kalau dipraktikkan seseorang, maka dia bisa semakin spiritualis apa pun profesinya. Sebab, di dalam sufisme, ada proses perlawanan terus-menerus terhadap diri sendiri. Dari sinilah seseorang membangun paradigma atau cara pandang hidup yang sering kali jadi berbeda.
Ada berbagai nilai yang ingin saya kembangkan dalam literatur-literatur komunitas sufi, misalnya "Doa lebih utama daripada dikabulkan", "Berjuang lebih utama daripada sukses", dan "Beribadah lebih utama daripada pahala". Sebab, orang-orang sering hanya mencari ijabah, pahala, dan sorga. Itu semua adalah nafsu. Bagi sufisme, yang terpenting adalah proses menjalani takdir kehambaan.
Dari sudut pandang sufisme, bagaimana Anda memandang umat Islam di Indonesia saat ini?
Ada posisi umat Islam di negara ini yang mirip orang "kebelet" mau ke kamar kecil. Saking tidak sabaran, ia menggedor-gedor pintu. Islam "kebelet" ini dengan modal pengetahuan dia yang sedikit tentang Islam, ingin agar segala sesuatunya selesai atas nama Islam.
Nah, setelah masuk ke bilik air, ada yang namanya Islam "ngeden" (mengejan, Red). Ia paksakan segala sesuatunya atas nama Islam, tetapi sesungguhnya itu nafsu belaka.
Para sufi sering kali menganjurkan anekdot itu. Ketika ingin menghadap Tuhan, jangan kita seperti orang "ngeden". Orang yang sangat ingin cepat selesai, kepingin instan. Ada ayat yang sering diklaim oleh para penganut Islam "kebelet" ini, yaitu "Masuklah Islam secara kaffah". Tetapi, bagi para sufi, lebih tepat jika anjuran yang disampaikan kepada manusia adalah "Masuklah ke dalam perdamaian secara total".
Mengapa konflik kekerasan banyak terjadi di negara-negara Islam, padahal tidak sedikit di antara mereka yang mengenal sufisme?
Harus diingat, perdamaian semu juga sedang berkembang pesat. Artinya, perdamaian hipokrit. Seakan-akan ada perdamaian. Ini sama halnya dengan demokrasi semu, yakni seakan-akan berdemokrasi. Di dunia Islam juga ada hal-hal semu semacam itu. Maka, saya cenderung menyebutkan, "Masuklah dalam perdamaian secara total", dan bukannya "Masuklah dalam Islam secara kaffah (total, Red)".
Di sini, paradigma perdamaian dalam dunia sufi mengacu pada perilaku. Sebab, hal ini yang akan membangun sebuah peradaban atau kultur. Hal ini harus dibangun melalui pendidikan tentang hak-hak kehambaan. Sebab, dengan kesadaran hak-hak sebagai seorang hamba, manusia akan punya "perasaan memiliki", yang pada akhirnya memunculkan perasaan cinta secara terus-menerus bersama Tuhan.
Melalui kebersamaan dengan Tuhan, kehidupan secara organis akan proporsional. Kalaupun terjadi sesuatu yang menyangkut tindak kekerasan atau antiperdamaian, semuanya akan diselesaikan dengan cara-cara seperti paradigma sufi.
Pendekatan Sufistik
Pendekatan Sufistik
Sebuah kitab berjudul “Al-Munqidz minadh-Dhalal” karya Hujjatul Islam Al-Ghazali, Ulama besar abad VI hijriyah, telah mengilhami banyak kesadaran spiritual umat Islam, bahkan masyarakat dunia ketika itu. Makna dari judul itu adalah “Penyelamat dari kegelapan”.
Sebuah wacana yang mengingatkan kita semua, bahwa siklus moralitas manusia, akan menuju titik jenuhnya, dan secara dramatis telah memasuki abad-abad kegelapan yang mengerikan.
Dalam konteks kebangsaan kita dewasa ini, bentangan sejarah masa lalu merupakan mosaik yang memantulkan tiga wajah sejarah yang saling memperebutkan hegemoni, tanpa disadari hegemoni-hegemoni itu seringkali membiaskan gambaran, betapa drama para pemimpin negeri, konstelasi ideologi dan kepentingan pragmatis menjadi warna yang saling bergulungan satu sama lainnya. Lalu hari ini, tiba-tiba kita sudah berada di hamparan pulau asing, tanpa horison perspektif dan kaki langit yang jelas. Hari ini adalah kenyataan-kenyataan dari pantulan mosaik yang buram dari masa lalu yang kelam.
Kitab Al-Ghazali itu, tentu saja masih relevan untuk menimbang moralitas kebangsaan kita hari ini, untuk sebuah solusi besar yang mondial. Karena sesungguhnya, masalah-masalah kontemporer dari soal KKN, delegitimasi politik, dan konspirasi masih terus berlangsung.
Di satu sisi, ada lapisan generasi muda yang hendak bangkit mewarnai negeri ini harus tumbuh dengan situasi konflik horisontal dan ideologis, tanpa lahir dari kandungan “kasih sayang” kebudayaan politik generasi tua, sedangkan di lain pihak, desakan-desakan internasional yang sulit dibendung ketika globalisasi terus menggulung belahan bangsa yang belum sama sekali siap menyongsong suatu abad, dimana hegemoni masyarakat industri semakin liar menancapkan “penjajahan baru”.Tidak hanya generasi muda, tetapi juga generasi tua, tidak bisa bicara banyak, dalam menghadapi tantangan-tantangan internasional seperti itu, mengingat moralitas kebangsaan kita masih berada di dalam proses penyembuhan dari penyakit jiwanya.
Makanya, opini publik mengalami kontaminasi luar biasa, bahkan sampai pada tingkat paling maniak, publik harus memendam kekecewaan yang mendalam, karena lipatan-lipatan peristiwa yang terorganisir, dalam fluktuasi yang bergelombang, tanpa bisa diduga kemana arah angin yang menuntun kapal bersar bangsa ini tertuju. Situasinya sedemikian keruh, saling tumpang tindih peran, karena masing-masing kelompok sesungguhnya berada dalam jurang ketakutan, dengan saling membangun alibi yang sangat instan.
Drama Kemelut
Drama kebangsaan itulah yang menyebabkan hilangnya prioritas kerja besar yang mesti diagendakan, berbalik tanpa skenario ke depan yang menjanjikan, keculai perubahan skenario yang serba mendadak, dan membuat berbagai kebijakan terasa gagap. Padahal ada kata bijak yang sering diungkap oleh para Ulama, “Dar’ul Mafasid Muqaddamun ‘ala Jalbil Mashalih”, yang berarti meninggalkan atau membersihkan mafsadah bangsa ini harus diprioritaskan ketimbang reformasi. Kaidah arif ini sama seperti tergilas oleh usaha reformasi, yang muncul bukan karena sebuah TIB yang merespon masa depan, tetapi lebih sebagai eskapisme dan kekecewaan atas penidasan struktural maupun kultural di masa Orba.
Hari ini kita menghadapi tiga masalah besar yang mesti diselesaikan tanpa harus mempertimbangkan lagi toleransi-toleransi politis:
Masalah pertama, adalah robeknya spirit merah putih dalam compang camping sejarah hari ini. Merah putih yang menjadi simbol nasionalisme harus banyak ditarik oleh tangan-tangan ambisi yang sangat kotor: Kalau bukan tangan yang menginginkan merebut merah putih agar tergenggam erat di tangannya, sebagai legitimasi atas kekuasaan yang diraihnya, maka merah putih malah dirobek untuk ditambal dengan warna-warni lainnya atas nama aspirasi publik di negeri yang terbuka peluang-peluang demokrasi dan HAM-nya.
Sementara watak demokrasi TIB sendiri belum mendaratkan dirinya pada landasan kebangsaan yang kokoh, dalam wujudnya yang eksistensial sebagai demokrasi khas Indonesia , sehingga simbol-simbol ideologis di luar merah putih sangat antusias untuk turut mewarnai bendera nasional kita. Lebih sederhana, sesungguhnya ada masalah ideologis saling tarik menarik antar kekuatan politik di negeri ini, ditambah dengan kekuatan politik non ideologis yang opportunis.
Masalah kedua, berkait dengan etika dan etos penyelenggaraan negara. Sampai pada kesimpulan, bangsa kita telah “mati rasa” dengan ungkapan soal etika, mulai dari anak-anak remaja sampai kaum elit di Jakarta . Kita harus jujur dan terbuka, bahwa “akhlak bangsa” kita telah tersungkur dalam degradasi watak-watak kebangsaan dari bangsa-bangsa di dunia, dalam berbagai sektor kehidupan. Kalau boleh diungkapkan dengan satu kata saja, kita hanya bisa berucap, “Astaghfirullahal ‘Adzim”, sebagai ungkapan satu-satunya bagi ketidakberdayaan moral kita.
Sebab apa yang disebut sebagai perselingkuhan moral terjadi dimana-mana, di ketiak-ketiak birokrasi, dibalik kata-kata “perjuangan” di Senayan, bahkan yang paling mengerikan ketika moral dijualbelikan di balik api konflik SARA, lalu dimanage untuk hegemoni kepentingan, tanpa sedikit pun para pelakunya merasa bersalah, karena lembaga peradilan moral kita tak pernah bergeming kecuali hanya terbatas pada teriakan-teriakan protes atas pelanggaran HAM dan formalisme-formalisme hukum yang bisa dimainkan oleh para pemegang opsi hukum di lembaga peradilan.
Drama moral kebangsaan ini, kemudian bisa kita lihat dari tiga aspek yang nyata: moral individu, moral publik dan moral aparat negara, yang masing-masing diperlemah oleh sanksi-sanksi moral dalam ketidakpastian hukum. Lalu pertanyaan yang belum bisa terjawab, karakteristik bangsa seperti apakah yang menjadi predikat kita hari ini? Lalu kapankah kita bisa disebut sebagai sosok bangsa yang bangkit dari reruntuhan moral ini?
Masalah ketiga, mengadapi globalisasi, khususnya paska tragedi Sebelas September lalu hingga bom Bali, sampai krisis Irak, bahkan krisis global baru-baru ini, yang dicemaskan berdampak ke negeri kita, lalu muncul Drama Century yang dahsyat.
Menghadapi globalisasi berarti duduk bersama dalam Tata Dunia Baru, yang sejak awal Indonesia telah dipandang sebagai bangsa dan negara yang tidak begitu penting, sehingga tidak pernah terdengar sedikit pun perjuangan untuk terlibat dalam pengambilan keputusan tentang arah Tata Dunia Baru tersebut. Kalau harus memilih untuk pengambilan keputusan sejarah, bangsa Indonesia lebih memilih menjadi bangsa yang “terhibur” oleh globalisasi, ketimbang sebagai bangsa yang dihargai sama, dengan bangsa-bangsa lain.
Sebagai bangsa yang terhibur, mereka tiba-tiba telah jatuh tersungkur dalam kubangan ekonomi dan mata uang dengan waktu yang singkat dan cepat. Faktanya, bangsa kita tidak pernah serius dalam soal hubungan internasional, lalu sekali lagi hanya bisa menghibur diri dengan ungakapn-ungkapan yang membius, sebagai “bangsa besar.” Bahkan apa sesungguhnya globalisasi itu, kemana arahnya, bangsa kita tidak pernah peduli, karena memang tidak tahu, skenario yang sesungguhnya.
KACAMATA SUFISTIK
Keluar dari tiga masalah besar tersebut, kita perlu urai masing-masing pendekatan melalui kacamata Sufistik, sebuah pendekatan dimensi moral; terdalam dari pengalaman teosofis kita, agar ada kejernihan nurani dalam memandang dimensi ke-Indonesiaan dari sisi hakiki yang selama ini terabaikan, namun sesungguhnya sangat fundamental.
Untuk solusi benturan psikhologis dibalik tarik-menarik ideologi kebangsaan, dunia Sufi memandang dari proses pergumulan ini dengan dua kaidah Sufi yang tertera dalam kitab Al-Hikam karya Ibnu Athaillah as-Sakandari, Ulama Sufi besar satu abad paska Al-Ghazali, yang cukup relevan.
Kaidah Alhikam pertama, berbunyi, “Tanda-tanda sebuah bangsa terlalu mengandalkan nama besarnya, egoismenya, amaliahnya, adalah hilangnya optimisme masa depan di depan Allah ketika bangsa itu berbuat kesalahan.”
Kaidah Alhikam kedua, jika ditafsirkan lebih “berkebangsaan” bisa berbunyi, “Kehendak bangsa yang ingin memasuki dunia serba Ilahi, sementara Tuhan masih memposisikan bangsa itu di wilayah atau alam logika sebab akibat historis, sesungguhnya bangsa itu sedang terseret oleh emosi-emosinya yang masih tersembunyi didalam jiwa bangsa itu. Dan sebaliknya suatu bangsa yang telah diposisikan Allah untuk memandang perspektifnya dari serba Ilahi, tiba-tiba mereka memaksakan dirinya untuk terlibat dalam alam logika sebab akibat, sesungguhnya bangsa itu sedang berada dalam degradasi derajat kebangsaannya.”
Hikmah Sufi itu, menggambarkan tentang etika penyelenggaraan kekuasaan dan politik di negeri kita, agar kembali pada proporsi pandangan hidup berbangsa yang benar:
Hikmah Sufi itu, menggambarkan tentang etika penyelenggaraan kekuasaan dan politik di negeri kita, agar kembali pada proporsi pandangan hidup berbangsa yang benar:
Manakah yang dijadikan dasar perjuangan ideologis, religius, hubungan-hubungan strategis dan kultur yang hendak dibangun, mengingat masing-masing saat ini berada dalam tumpang tindih yang satu sama lain saling mengintervensi. Tidak jelas dalam praktek kehidupan berbangsa, mana yang masuk sebagai wilayah Ketuhanan, wilayah kemanusiaan, wilayah interaksi kebangsaan yang plural, dan mana wilayah serta tarik menarik budaya dan ideologinya.
Dunia Sufi memandang persoalan lebih bersifat deduktif, dari wilayah kedalam hakikat kultural, kemudian diwujudkan dalam kerangka besar kebangsaan, mengingat sejarah kebangsaan kita sesungguhnya mendahului sejarah kenegaraan kita. Sehingga formalisme negara, tidak akan kokoh manakala tidak mendasarkan pada kultur kebangsaannya.
Nasionalisme modern yang dijadikan wacana Tata Indonesia Baru (TIB) tidak bisa melepaskan diri dari tiga masalah besar sebelumnya: Watak ideologis; Etika penyelenggaraan negara dan Tata Dunia Baru dalam pergumulan globalisasi. Ketiganya muncul dalam kerucut demokrasi yang harus dipraktekkan dalam watak kebudayaan kita, dengan etika-etika dan kepastian hukum yang berlaku. Jangan sampai kita terjebak oleh arus besar globalisasi tanpa menyertakan perimbangan dari berbagai dimensi kebangsaan kita secara lebih demokratik, mengingat kesepakatan tentang demokrasi yang hendak kita bangun masih dalam perdebatan konstelatif yang panjang.
Misalnya, bagaimana wujud demokrasi dalam praktek birokrasi pemerintahan kita, bagaimana pula model yang akan muncul dalam praktek peradilan kita, bahkan dalam hubungan antar partai dan lembaga-lembaga tinggi negara serta hubungan internasional. Pertanyaan berikut masih harus diselesaikan menyangkut keadilan ekonomi, prinsip-prinsip Hankam yang demokratik, dan hubungan antara daerah dengan pusat dalam kerangka Otonomi Daerah.
TIGA PENDEKATAN
Proses-proses horisontal kebangsaan itu, menurut dunia Sufi diposisikan menjadi tiga konstelasi besar.
Pertama, konstelasi yang berhubungan dengan sistem konstitusi, sistem politik, penegakan HAM serta sistem sosial yang pluralistik ini. Inilah yang disebut sebagai sistem syar’iyat, dimana lapisan-lapisan dunia lahiriyah berinteraksi untuk kepentingan publik.
Pada sistem syar’iyat, aturan hukum -- namun bukan sebagaimana digerakkan oleh kekuatan-kekuatan formalisme syariat Islam selama ini – , kita berpijak pada gagasan besar membangun kehidupan terbuka, adil dan memihak pada kepentingan rakyat. Pada level inilah Allah swt, memberikan kebebasan kepada publik untuk menentukan kebajikan publiknya, yang kelak memberi penguatan struktural pada sistem politik, penyelenggaraan negara, dan kemakmuran ekonomi rakyat. Inilah yang disebut kaum Sufi dengan penataan kehidupan lahiriyah (Ishlahudz-Dzowahir).
Kedua, konstelasi yang berhubungan dengan sistem kebudayaan, penguatan akan keyakinan moral dan akhlak bangsa. Sistem ini disebut sebagai metode Thariqat, dimana inspirasi teologis menggerakkan etika publik dan individu. Hubungan teologis dalam kehidupan sosial politik dan ekonomi, hanyalah hubungan inspiratif, karenanya tidak bisa diformulasikan dalam pasal-pasal formal konstitusi. Kelak secara langsung, hubungan ini akan membentuk watak kebangsaan kita dalam sistem kebudayaan.
Konstelasi ini diperlukan mengingat kultur teologis bangsa kita sangat beraneka, satu sama lain membutuhkan akomodasi yang proporsional. Tanpa akomodasi kultural seperti itu, demokratisasi yang kita kembangkan akan mengalami kebuntuan moral, karena demokrasi hanya akan menimbang mayoritas dan minoritas untuk menentukan kalah dan menang. Jika hal demikian diterapkan di negeri ini, kekuatan-kekuatan minoritas akan tertindas oleh diktator mayoritas, sekalipun mayoritas itu mengatasnamakan Tuhan untuk legitimasi politiknya. Cara ini untuk menghindari mafioso minoritas yang ekstrim dalam tata ekonomi dan kekuasaan, sebagaimana telah terjadi di masa Orde Baru dulu.
Etika kebangsaan akan berpijak pada tipikal “Thariqat” ini, yang bia dilaksanakan melalui sistem pendidikan nasional. Dengan demikian, sistem Diknas kita perlu perubahan reformatorik, bukan saja kualitas dunia kependidikan kita yang telah terdegradasi dari kualifikasi pendidikan internasional, mengingat peringkat kita telah turun derajatnya menjadi urutan sangat bawah, dibanding Vietnam yang sudah berada di urutan ke 40, dan Malaysia di urutan ke 12. Tetapi juga, dunia pendidikan kita telah kehilangan watak keluhurannya dalam membentuk watak budi pekerti generasi muda bangsa ini.
Pendidikan kita tidak memberi garansi moral para calon pemimpin dan politisi untuk memiliki etika, juga tidak menjamin seorang pengusaha dan penguasa bisa bebas dari hasrat KKN. Jika ini dibiarkan akan muncul anarkhisme moral yang sangat mengancam seluruh elemen bangsa ini, ketika moral hanya dijadikan alibi untuk menipu publik. Masya Allah!
Ketiga, konstelasi hakikat, bahwa seluruh muara membangun kebersamaan dalam berbangsa ini harus didasari oleh sebuah tujuan mulia, yaitu memandang Cahaya Ketuhanan dibalik proses bersejarah, bahwa segala muara bangsa ini dariNya, bersamaNya, menuju padaNya, besertaNya, lebur padaNya, hanya bagiNya dan bersandar padaNya. Jika terjadi sungguh sangat bercahaya bangsa ini.
KHM Luqman Hakim
Subscribe to:
Posts (Atom)